Blognya Sutrisno Triantoro

Segala sesuatu bisa menjadi berharga atau tidak berharga, tergantung sudut pandang kita melihatnya.
setelah sebelumnya kita berbicara tentang FILTER, mungkin kita dapat sedikit membayangkan tentang filter dalam otak kita, yang mana nantinya akan menggerakkan kita ke alam AKSI. sekarang kita analisa, kisah yang pernah diberitahukan oleh guru saya di SMA. pada suatu hari di kantor sebuah perusahaan yang cukup sibuk, ada seorang pegawai yang duduk di sofa ruang tengah kantor, dan orang itu menaruh kakinya di atas meja.

pimpinan kantor tersebut lewat dan melihat orang itu,
"pagi pak" kata orang itu kepada pimpinan sambil sedikit menurunkan kepalanya.
"pagi" kata pimpinan. dalam hatinya berkata "kurang ajar sekali orang ini, menyapa saya, tapi kakinya masih di atas meja". kemudian dia berlalu ke ruangannya. tak lama setelah itu, dia keluar dan lewat melalui orang itu lagi. orang itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sedikit, tanda bahwa orang tersebut menyapa dirinya. tapi sang pimpinan tidak menggubris orang itu, kesal hatinya, kaki orang tersebut masih di atas meja. tidak diturunkan saat dia lewat. "sabar, sabar, sabar" kata pimpinan itu dalam hati.

tak lama setelah urusannya selesai, dia ingin kembali ke ruangannya, dan orang itu masih disana. Tetap, kakinya masih di atas meja. orang itu, masih dengan tampangnya yang biasa, menyapa pimpinannya dengan senyuman. pimpinan tadi mendatanginya "kenapa kakimu ditaruh diatas meja?!!" teriak pimpinan sambil menendang meja itu hingga kaki orang itu terjatuh ke lantai. orang itu tidak menjawab, malah mengaduh dengan sangat. dia tidak bisa menggerakkan kakinya.
usut punya usut ternyata orang itu sedang menunggu petugas rumah sakit untuk memeriksa kakinya karena tulang kakinya retak sehabis terjatuh di pagi harinya.

dalam kasus diatas, mungkin kita lihat sebenarnya kedua orang tersebut juga sama-sama salah. si pegawai tidak memberitahukan kepada pimpinannya, dan si pimpinan juga tidak menegur atau tidak menanyakan kepada orang itu. Nah, kalau kita lihat lagi, sebelum aksi yang dilakukan pak pimpinan tadi, sebenarnya yang terjadi adalah pola fikir pak pimpinan tadi, yang secara cepat menuding orang tersebut tidak sopan. padahal seharusnya pola fikir itu lah yang menjadi filter untuk menanyakan ada apakah gerangan sebelum dia menendang meja tersebut. nah disini lah seharusnya alam fikirannya berfikir dan menelaah dulu sebelum bertindak.

mengenai batas diri, kita lihat lagi sebuah cerita klasik yang mungkin sering kita lihat atau dengar. tentang seekor elang. suatu hari, seorang peternak menemukan telur elang di pohon yang dia tebang di hutan. telur itu masih bagus, sehingga dia memutuskan menaruhnya di antara telur-telur ayam agar dierami oleh induk ayam. waktu berlalu dan menetaslah telur itu bersama telur ayam lainnya, bayi elang tersebut dibesarkan oleh lingkungan ayam. hingga pada suatu hari elang itu sudah tumbuh besar bersama ayam-ayam seperguruannya (supaya bahasanya keren). suatu hari mereka melihat seekor elang yang melintasi peternakan itu, kemudian elang di peternakan itu berkata "wah, seandainya aku elang, pasti aku bisa terbang. sayangnya aku hanya seekor ayam".

lihat? dari dua kisah yang sudah diungkap, sungguh besar permainan pola fikir di dalam hidup kita. kisah itu memang sedikit mustahil. tapi untuk kita petik pelajarannya sebagai manusia yang terus berkembang, itu memang banyak terjadi pada kita manusia. permainan fikiran-fikiran itulah yang kadang membuat kita melakukan hal bodoh, dan membatasi diri kita sendiri. oke, masih tentang kisah elang tadi, anda tahu yang saya fikirkan? Anda lah Elang itu. kita adalah elang itu. kita memiliki banyak potensi-potensi yang sebenarnya bisa kita raih apa bila kita gali lebih dalam.

Dosen saya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, beliau adalah pengajar sekaligus penulis yang handal, Pak Endro. Beliau pernah berkata bahwa "dalam fikiran kita itulah memancar energi-energi yang yang akan mengarahkan kehidupan disekitar kita". dalam penjelasannya, apa yang kita fikirkan, itulah yang sebenarnya akan berpengaruh dalam kehidupan kita ke depan. saat kita berfikir negatif tentang hidup ini, maka apa yang terjadi, dan apa yang kita lihat adalah negatif. begitu pula sebaliknya. coba ingat-ingat saat disuruh melakukan sesuatu, apabila kita merasa tidak nyaman atau tidak sanggup, maka yang terjadi adalah kita bermalas-malasan atau bahkan tidak kita kerjakan sama sekali. tapi saya yakin saat kita melakukan hal yang disenangi, kita melakukannya dengan suka cita, dan hasil yang maksimal. masih banyak lagi penjelasan tentang kutipan ini bila kita telaah lebih dalam lagi sendiri-sendiri.

Sebenarnya itu juga sejalan dengan Plato dalam penjelasannya tentang konsep, "The truth is within the mind. what we see is the reflection of our mind itself (platonisme)". simpel mungkin, tapi begitulah hebatnya otak kita yang berukuran cukup untuk merubah dunia ini. sebenarnya berbicara tentang konsep ini sangat panjang sekali penjelasannya. tapi teori-teori dalam otak kitalah yang sebenarnya membuat kita bisa atau tidak bisa melakukan sesuatu. secara tidak langsung sebenarnya kita menyalahi hukum alam dengan menciptakan hukum untuk diri kita sendiri. dan inilah yang selama ini jadi pembatas diri kita sendiri.

Maka dari itu, setelah berpanjang lebar menceritakan dan menjelaskan, dalam pembahasan kedua dalam seri ini, saya ingin mengejak teman-teman semua, anda, dan terlebih diri saya sendiri, ayo. kita ubah pola fikir kita, karena pola fikir inilah yang akan menentukan perbuatan dan intuisi kita ke depan. karena pola fikir ini pastinya bakal berpengaruh untuk kita kedepan. saya tidak menyediakan 'bagaimana pola fikir yang baik' tapi saya hanya ingin menyampaikan ini semua, agar kita bisa sadar dan membuka pemikiran kita semua. karena pola fikir itu juga dipengaruhi oleh siapa diri anda, apa tujuan dan latar belakang hidup anda, dan banyak faktor. tapi saya yakin, bahwa apapun yang anda ambil bakal jadi yang terbaik untuk diri anda dan orang disekitar anda nanti.

sebenarnya ekspresi diri terbatas oleh batas diri ini. dan ini tidak begitu mudah untuk melewatinya di depan. banyak faktor yang mempengaruhinya. tapi saya akan sedikit mengulas semangat anda untuk membebaskan ekspresi diri ini, dalam tulisan berikutnya "Mengenal Batas Diri (Part III: Mengejar Kebahagiaan)". yap, kebahagiaan. tongkrongin, dan tunggu terus tulisan berikutnya. silahkan kasih masukan lewat komentar kalau mau, apakah benar ada hubungannya kebahagiaan dengan membuka batas diri? tidak percaya, atau bahkan ngeyel? silahkan sampaikan.

Leave a Reply

Serangkai Kalimat, Kata-demi-kata untuk melihat dunia